Minoritas Yang Semakin Menggeliat
Masyarakat Muslim di Jepang mungkin memiliki profil yang sederhana, tetapi mereka terus berkembang. Muslim Jepang terus berusaha mengatasi kesulitan yang mereka hadapi untuk beradaptasi dengan kehidupan di negara raksasa Asia.
"Saya percaya ketertarikan masyarakat akan Islam telah meningkat," kata Hirofumi Tanada, profesor ilmu manusia di Universitas Waseda Tokyo, kepada The Japan Times.
Islam mulai ada di Jepang pada tahun 1920 melalui imigrasi beberapa ratus Muslim Turki dari Rusia karena evolusi Rusia.
Pada tahun 1930, jumlah Muslim Jepang mencapai sekitar 1000 orang dengan asal-usul yang berbeda.
Gelombang imigran berikutnya pada tahun 1980 mulai menyertakan buruh dari Iran, Pakistan dan Bangladesh.
Sekarang, Jepang adalah rumah bagi masyarakat Muslim dengan jumlah sekitar 120.000 orang. Penduduk Jepang sendiri berjumlah hampir 127 juta orang, menjadikannya sebagai negara kesepuluh di dunia yang paling padat penduduknya.
Tanada mengatakan bahwa faktor-faktor seperti pertukaran pelajar dan pekerja membuat populasi Muslim di Jepang semakin meningkat dan terus meningkat.
"Ada banyak Muslim yang telah menikah dan menetap dengan keluarga mereka di Jepang,," kata profesor Tanada.
Ada juga peningkatan jumlah orang Jepang yang memeluk Islam yang saat ini diperkirakan mencapai 10.000 orang, tambahnya.
Banyak wanita Jepang memeluk Islam setelah menikah dengan pria Muslim.
Dan seiring dengan pertumbuhan jumlah umat Muslim yang pesat, sekarang ini banyak bermunculan pelayanan katering dan gerai makanan halal di Tokyo.
Ada sekitar 60 masjid, dan lebih dari 100 musalla atau area terbatas lainnya untuk melaksanakan salat, dan tersebar di seluruh Jepang.
Meskipun Muslim mengalami kesulitan mengikuti salat lima waktu di masjid-masjid, namun untuk salat Jumat, mereka selalu menyempatkan diri.
Tokyo Camii, juga dikenal sebagai Masjid Tokyo, salah satu masjid tertua di Jepang menampung lebih dari 400 sampai 500 Muslim setiap Jumat siang, sebagian besar dari mereka berasal dari Pakistan, Malaysia dan Indonesia.
Kesulitan Muslim Jepang
Tapi kehidupan di Jepang tidak selalu mudah bagi umat Islam.
Ihsan Bhai, seorang Muslim yang telah tinggal di negara ini selama 16 tahun terakhir, mampu beradaptasi dengan masyarakat Jepang, tetapi istri dan anak-anaknya merasa kesulitan untuk menjadi seorang Muslim di negara ini.
"Saya berharap anak-anak dan orang tua Jepang bisa menerima bahwa ada berbagai jenis orang di dunia ini," kata istri Ihsan Bhai.
Ada juga kendala dengan makanan halal yang tidak tersedia sepanjang waktu." Contohnya, jika Anda melihat dengan saksama di kemasan ‘sembei’ (kerupuk beras Jepang), di situ ada ekstrak sup ayam, yang mungkin tidak halal," katanya.
Tapi makanan halal dan perbedaan budaya bukan satu-satunya masalah yang mereka hadapi. Suaminya Bhai bertanggung jawab atas masjid Asakusa di wilayah Kanto.
Masjid ini salah satu dari delapan masjid lainnya yang ditetapkan oleh Islamic Circle of Jepang, sebuah organisasi yang didirikan oleh Bhai pada tahun 1997 setelah ia tiba ke negara itu.
Namun suasana di masjid ini berubah sejak peristiwa 9/11. Muslim Jepang, seperti Muslim di banyak negara-negara non-Muslim lainnya di dunia, telah dilabeli dengan sebutan sarang terorisme.
Kampanye Barat terhadap Islam yang menyebarkan kesalahpahaman tentang agama di Jepang juga memengaruhi dampak toleransi masyarakat Jepang kepada umat Muslim yang tinggal di antara mereka.
"Saya sendiri dan banyak umat Islam di Jepang mencintai negeri ini dan sudah menganggapnya sebagai rumah kami. Mengapa kami harus menghancurkan rumah kami sendiri?" tanya Bhai.
Melalui organisasinya, Bhai terus berusaha meningkatkan kesadaran masyarakat Jepang bahwa umat Islam adalah orang-orang yang cinta damai.
Tetapi meskipun semua hambatan itu, banyak pihak seperti profesor Tanada, sangat optimis akan perkembangan Islam. Dia percaya prospek Muslim dalam masyarakat Jepang dan kesediaan mereka untuk menawarkan niat baik mereka kepada orang-orang di sekitar mereka. "Mereka (Muslim) ingin lebih banyak orang lagi untuk memahami agama mereka." Ujarnya.
sumber : eramuslim
Islam mulai ada di Jepang pada tahun 1920 melalui imigrasi beberapa ratus Muslim Turki dari Rusia karena evolusi Rusia.
Pada tahun 1930, jumlah Muslim Jepang mencapai sekitar 1000 orang dengan asal-usul yang berbeda.
Gelombang imigran berikutnya pada tahun 1980 mulai menyertakan buruh dari Iran, Pakistan dan Bangladesh.
Sekarang, Jepang adalah rumah bagi masyarakat Muslim dengan jumlah sekitar 120.000 orang. Penduduk Jepang sendiri berjumlah hampir 127 juta orang, menjadikannya sebagai negara kesepuluh di dunia yang paling padat penduduknya.
Tanada mengatakan bahwa faktor-faktor seperti pertukaran pelajar dan pekerja membuat populasi Muslim di Jepang semakin meningkat dan terus meningkat.
"Ada banyak Muslim yang telah menikah dan menetap dengan keluarga mereka di Jepang,," kata profesor Tanada.
Ada juga peningkatan jumlah orang Jepang yang memeluk Islam yang saat ini diperkirakan mencapai 10.000 orang, tambahnya.
Banyak wanita Jepang memeluk Islam setelah menikah dengan pria Muslim.
Dan seiring dengan pertumbuhan jumlah umat Muslim yang pesat, sekarang ini banyak bermunculan pelayanan katering dan gerai makanan halal di Tokyo.
Ada sekitar 60 masjid, dan lebih dari 100 musalla atau area terbatas lainnya untuk melaksanakan salat, dan tersebar di seluruh Jepang.
Meskipun Muslim mengalami kesulitan mengikuti salat lima waktu di masjid-masjid, namun untuk salat Jumat, mereka selalu menyempatkan diri.
Tokyo Camii, juga dikenal sebagai Masjid Tokyo, salah satu masjid tertua di Jepang menampung lebih dari 400 sampai 500 Muslim setiap Jumat siang, sebagian besar dari mereka berasal dari Pakistan, Malaysia dan Indonesia.
Kesulitan Muslim Jepang
Tapi kehidupan di Jepang tidak selalu mudah bagi umat Islam.
Ihsan Bhai, seorang Muslim yang telah tinggal di negara ini selama 16 tahun terakhir, mampu beradaptasi dengan masyarakat Jepang, tetapi istri dan anak-anaknya merasa kesulitan untuk menjadi seorang Muslim di negara ini.
"Saya berharap anak-anak dan orang tua Jepang bisa menerima bahwa ada berbagai jenis orang di dunia ini," kata istri Ihsan Bhai.
Ada juga kendala dengan makanan halal yang tidak tersedia sepanjang waktu." Contohnya, jika Anda melihat dengan saksama di kemasan ‘sembei’ (kerupuk beras Jepang), di situ ada ekstrak sup ayam, yang mungkin tidak halal," katanya.
Tapi makanan halal dan perbedaan budaya bukan satu-satunya masalah yang mereka hadapi. Suaminya Bhai bertanggung jawab atas masjid Asakusa di wilayah Kanto.
Masjid ini salah satu dari delapan masjid lainnya yang ditetapkan oleh Islamic Circle of Jepang, sebuah organisasi yang didirikan oleh Bhai pada tahun 1997 setelah ia tiba ke negara itu.
Namun suasana di masjid ini berubah sejak peristiwa 9/11. Muslim Jepang, seperti Muslim di banyak negara-negara non-Muslim lainnya di dunia, telah dilabeli dengan sebutan sarang terorisme.
Kampanye Barat terhadap Islam yang menyebarkan kesalahpahaman tentang agama di Jepang juga memengaruhi dampak toleransi masyarakat Jepang kepada umat Muslim yang tinggal di antara mereka.
"Saya sendiri dan banyak umat Islam di Jepang mencintai negeri ini dan sudah menganggapnya sebagai rumah kami. Mengapa kami harus menghancurkan rumah kami sendiri?" tanya Bhai.
Melalui organisasinya, Bhai terus berusaha meningkatkan kesadaran masyarakat Jepang bahwa umat Islam adalah orang-orang yang cinta damai.
Tetapi meskipun semua hambatan itu, banyak pihak seperti profesor Tanada, sangat optimis akan perkembangan Islam. Dia percaya prospek Muslim dalam masyarakat Jepang dan kesediaan mereka untuk menawarkan niat baik mereka kepada orang-orang di sekitar mereka. "Mereka (Muslim) ingin lebih banyak orang lagi untuk memahami agama mereka." Ujarnya.
sumber : eramuslim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar